Minggu, 29 Juli 2012

HIKMAH BERPUASA

Oleh: Eko Yuni A, S.Pd. (Guru Mapel Bhs. Indonesia)

Secara bahasa al-shiyâm, al-shaum, puasa, berarti menahan, al-imsak. Seperti firman Allah yang mengisahkan Maryam: “Aku bernadzar puasa kepada Tuhan yang Pemurah” (QS. Maryam/19: 26). Al-shau, puasa, di sini berarti menahan bicara, diam.Adapun puasa dalam pengertian terminologi agama adalah menahan diri dari makan, minum dan semua perkara yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari, dengan syarat-syarat tertentu.Sebagian ulama mendefinisikannya sebagai: “penahanan diri dari syahwat perut dan syahwat kelamin sepanjang hari disertai niat sebelum fajar selain waktu haid, nifas, dan hari-hari raya.
Selain posisi istimewa di sisi Allah SWT yang diperoleh oleh seorang mukmin yang berpuasa, hikmah dari puasa juga teramat besar. Baik hikmah rohani maupun jasmani, baik terhadap diri pribadi maupun kepada masyarakat luas.
Ramadhan juga sebagai bulan ibadah dimana terdapat nilai ibadah yang tinggi serta semangat beribadah yang tinggi. Selain itu juga sebagai bulan kemenangan. Umat Islam memperoleh kemenangan dalam “perang kecil”, perang Badar. Bisa dikatakan juga sebagai “Syahrul Huda” (bulan petunjuk) karena pada bulan Ramadhanlah turunnya petunjuk kehidupan yaitu al-Quran pada pertama kalinya. Selain itu bulan Ramadhan juga disebut sebagai “Syahrul Ghufran” (bulan penuh ampunan). Pada bulan ini, dimudahkan pintu pengampunan dan pembebasan dari api neraka. Sebagai “Syahrus Salam” (bulan keselamatan), bulan Ramadhan adalah bulan yang mengandung nilai-nilai edukatif yang dapat menciptakan keselamatan, kesejahteraan dan kedamaian bagi umat manusia. Dan yang terakhir adalah sebagai “Syahrul Jihad” (bulan perjuangan). Pada bulan ini, manusia dihadapkan pada perjuangan yang amat besar. Mereka menahan diri dari perbuatan yang biasa diperbuat, selain menahan diri dari “ritualitas” makan dan minum sebagai kebutuhan primer sejak fajar sampai terbenamnya matahari. Dan kalau sudah berbuka, dianjurkan untuk menahan diri dari makan dan minum yang berlebihan bahkan dianjurkan untuk membatasinya. Upaya ini merupakan cara untuk memelihara kesehatan jasmani. Bukankah masalah perut (makan dan minum) juga pemicu timbulnya penyakit jiwa, Begitulah kira-kira apa yang dikatakan para ulama. Membersihkan jasmani dan rohani.
Oleh sebab itu sudah seharusnya kita sebagai umat Islam menjalankan puasa dengan sebaik-baiknya. Ketika kita berpuasa sebenarnya membuat badan menjadi lebih sehat. Maka dari itu marilah kita puasa. . . . . . .


Jumat, 23 September 2011

TENGOKLAH JAWABAN MEREKA


Bismillahirrahmannirrahim.

Tertegun. Beberapa saat hanya kupandangi lembar jawaban ulangan PKn yang berserak di depanku. Kulihat lagi kertas-kertas yang sudah kucel di sana-sini oleh tangan-tangan mungil kelas 2 dan ku-cek, Pada nomor-nomor tertentu anak-anak memiliki jawaban yang sama.
Soal     : Jika hidup rukun kita akan memiliki banyak ….
Kunci   : teman
Jawaban mereka        : pahala
Soal        : Hidup rukan akan membuat kita meraih ….
Kunci      : prestasi
Jawaban mereka           : surga, mimpi
Soal     : Apakah keuntungan jika kita hidup rukun?
Kunci   : memiliki banyak teman, hidup menjadi tentram
Jawaban Mereka        : masuk surga
Soal        :Pekerjaan akan menjadi ringan jika dilakukan ….
Kunci      : secara bersama
Jawaban mereka           : membaca bismillah terlebih dulu
Jawaban yang tidak pernah ditemukan di buku pegangan yang selama ini dijadikan sumber belajar para murid.Terlepas dari benar salahnya jawaban mereka, bagi orang dewasa jawaban anak-anak mungkin hanya bersifat teoritis, Hanya jawaban sederhana karena anak-anak kurang menguasai materi dan mungkin belum sungguh-sungguh membaca materi.
Tapi persepsi demikian tidak akan muncul jika mengetahui, bahwa jawaban anak-anak itu lahir dari buah pemikiran mereka yang masih cenderung memiliki fitrah suci. Yang merupakan hasil dari penerapan pendidikan integrasi akhlak yang mungkin lebih sering kita tanamkan di luar materi pokok. Anak-anak dengan sendirinya mengkaitkan hal-hal yang bersifat abstrak dengan pemahaman baik dan buruk di mata Alloh.
Sungguh, bisa kita bayangkan jika pemikiran anak-anak dibawa hingga mereka dewasa. Mereka akan tumbuh menjadi manusia-manusia yang memiliki pertimbangan tentang segala sesuatu tidak hanya secara materialis, tapi juga dikembalikan kepada kacamata Illahi. Sebagai contoh, jika mereka kelak bekerja dan ditanya untuk apa mereka bekerja? Mencari harta dunia? Atau beribadah mencari nafkah yang halal dan memenuhi sarana ibadah sebagai bekal akhirat? Akankah mereka mau memakan harta yang diperoleh dari jalan yang haram? Akankan mereka menumpuk harta dan mengabaikan perintah bersedekah?
Anda lebih tahu jawabnya.

Kamis, 04 Agustus 2011

PENDIDIKAN PUASA


Oleh : Khoiril Basyar, S.HI. (Guru Mapel PAI)

Hari berlalu begitu cepat,
Segudang aktivitas telah menguras tenaga & pikiran kita,
Seiring terbenam mentari di akhir Sya’ban,
Tibalah kini bulan Ramadhan,
Bulan yang mulia, penuh berkah, rahmat dan ampunan,
Kita songsong fajar suci Ramadhan,
Yang akan mencuci lahir dan batin kita selama satu tahun.
Marhaban, Marhaban, Marhaban Ya… Ramadhan

Bulan suci Ramadhan, bulan mulia yang di dalamnya diturunkan al-Quran. Dibukakan rahmat Allah seluas-luasnya, bulan pemutihan dosa terhadap umatnya. Sesuai dengan arti Ramadhan, yaitu menghanguskan semua kesalahan, maksiat dan dosa kepada Allah. Di bulan Ramadhan kita diperintah untuk melakukan puasa sebagaimana firman Allah dalam al-Quran.
يَاأيُّهَا الَّذِيْنَ أمَنُوْاكُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّياَمُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ.
            Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atasmu puasa, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu supaya kamu mejadi orang-orang yang bertakwa (kepada Allah)". (QS. Al-Baqarah : [2] : 183)

Firman Allah di atas menjelaskan kepada kita, bahwa ajaran puasa tidak terbatas umat Muhammad, tetapi umat-umat sebelumnya. Bahkan Nabi Musa dan kaumnya diperintah melakukan puasa selama 40 hari siang dan malam.
Oleh karena itu, siapa pun yang menghendaki kesucian diri untuk bertemu dengan Tuhannya, maka pekerjaan puasa menjadi alternatif sebagai media. Allah memiliki sifat suci dari penyerupaan makhluk, Dia tidak pernah mengalami sebagaimana dialami makhluk-Nya. Tidak makan, minum, tidur, tidak bersekutu. Maka untuk mendekati-Nya seyogianya kita menjadi “dirinya”, menyerupai sifat-sifat Allah meskipun tidak persis sama.
            Untuk menjadi diri dengan Allah bukan persoalan yang sekali jadi butuh pelatihan batin yang terus menerus. Ini tidak bisa lain kecuali melakukan puasa, karena dalam pelaksanaan puasa terdapat berbagai kelakuan yang mampu mengantarkan kita berjumpa dengan-Nya. Pekerjaan-pekerjaan dimaksud harus ditekuninya seperti, memperbanyak membaca al-Quran, berzikir, muhasabah, menghindar dari maksiat, menjaga hawa nafsu dan sebagainya. Puasa materinya lapar, haus dan menahan nafsu seks di siang hari, tetapi substansinya mengantarkan kita untuk memiliki sifat-sifat Rabbani yang sebenarnya.
Pendidikan puasa menyangkut berbagai persoalan penting antara lain, Pertama, pendidikan kesabaran. Kita dididik untuk selalu sabar, sabar melakukan ibadah meskipun dirasa berat, sabar untuk tidak ikut berbuat maksiat meskipun menarik hati dan sabar dalam menghadapi cobaan hidup. Kedua, mendidik jiwa menahan hawa nafsu, utamanya nafsu binatang yang memiliki tingkat kerakusan atau tamak yang luar biasa. Makanan yang halal pun di siang hari pantang kita sentuh apalagi yang haram. Ketiga, membiasakan melakukan ibadah yang kapasitas dan volumenya lebih tinggi dari bulan-bulan lain di luar Ramadhan. Shalat sunah tarawih dan qiyamul lail misalnya, ini kita kerjakan sepanjang malam dengan jumlah rakaat yang sangat berbilang di bulan ini.
Keempat, kita dididik untuk selalu taat atas jadwal hidup. Siapa pun akan tunduk pada situasi pada waktu brbuka, sebelum tiba waktu berbuka, kita yang berpuasa tidak diperkenankan menyantap apapun. Di sini juga contoh kebersamaan pembelajaran puasa diajarkan pada kita. Semua yang melakukan puasa akan melakukan buka pada waktu yang sama, saat terbenam matahari di ufuk barat. Kelima, membiasakan silaturrahim. Shalat jamaah, baik di rumah maupun di masjid atau mushalla sangat dianjurkan di bulan Ramadhan.
Keenam, kita diperintah untuk memperbanyak sadakah di bulan ini.
أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ صَدَقَةٌ فىِ رَمَضَانَ.
            Artinya: “Sadakah yang paling utama adalah sadakah di bulan Ramadlan”. (HR. At-Turmudzi)

Pendidikan yang dapat kita ambil dari anjuran atau perintah ini ialah mendidik manusia untuk selalu peduli kepada orang lain, utamanya fakir, miskin dan orang yang hidup dalam kekurangan. Dengan ibadah puasa kita diingatkan dengan ketidak-berdayaan dan kesulitan orang lain. Mereka setiap saat mengalami lapar, yang sama persis ketika kita sedang melakukan puasa.
Ketujuh, kita sangat dianjurkan untuk menjaga panca indera dari perbuatan yang memunculkan maksiat dan dosa selagi melakukan puasa. Perbuatan ini mengindikasikan bahwa kita senantiasa membiasakan hidup bernuansa akhlakul karimah di antara sesama manusia. Sahabat Umar bin Khtattab berkata, “Puasa itu bukan hanya menahan diri dari makan dan minum saja, akan tetapi juga dari dusta, perbauatan salah dan tutur kata yang sia-sia”.
Kedelapan, sangat dianjurkan banyak membaca atau tadarus al-Quran, mencontoh kebiasaan nabi setiap bulan Ramadhan beliau selalu mengulangi bacaan al-Quran. Rasulullah bersabda,
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْاَنَ وَعَلَّمَهُ.
Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari al-Quran dan mengajarkannya kepada orang lain”. (HR. Bukhari)

Semua pekerjaan kita sebagaimana tersebut di atas sungguh merupakan pendidikan dan pelajaran penting untuk menata hidup ke depan. Hanya sayang, terkadang kegiatan-kegiatan tadi berhenti dan terhenti pada bulan Ramadhan semata, di luar Ramadhan kegiatan tersebut seakan kita tidak bernafsu untuk membiasakannya. Karena itu, marilah pekerjaan apa pun di bulan Ramadhan ini yang dianjurkan dan diperintahkan kepada kita oleh Allah SWT seharusnya kita taati. Bahkan sangat penting untuk diketahui hikmah dan keguanaannya. Dengan demikian kita tidak hanya berlapar-lapar dan haus saja, tetapi mampu menemukan jati diri yang dilingkupi dengan akhlak mulia. Sehingga perjalanan hidup kita senantiasa dinaungi dengan kebiasaan puasa yang wajib dikerjakan sebulan penuh ini.
Penataran Allah yang jumlahnya 30 atau 29 hari berpuasa di bulan Ramadhan sudah dianggap cukup dalam membimbing dan mengarahkan jiwa raga manusia untuk menemukan Tuhannya sepanjang masa. Perjalanan hidup di luar Ramadhan, setidaknya harus dipengaruhi nuansa Ramadhan yang sarat dengan ibadah ini. Puasa adalah sebuah tangga untuk menuju dan mengenal Allah Azza Wajalla.
Wal hasil, dengan puasa kita dididik untuk menjadi orang yang shalih, baik shalih individu maupun shalih sosial. Semoga kita mendapat barakah bulan Ramadlan yang sangat mulia ini, sehingga kita bahagia dunia dan akhirat, Amin Ya Rabbal ‘Alamin.



















Minggu, 12 Juni 2011

GURU ITU......

Memiliki profesi sebagai seorang guru (baca:pendidik), tidak bisa kita jalani sekedar sebagai sumber penghasilan hidup. Ada amanah besar yang kita emban, ada niat yang harus kita luruskan setiap pagi sebelum melangkah menuju ladang amal yang tiada terperi luasnya. Bukan hanya kualifikasi akademik yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang pendidik, apalagi sebagai pendidik di sekolah yang memiliki status sebagai “sekolah Islam”. Ia harus memiliki kualifikasi pendidik yang sesuai dengan visi dan misi sekolah yang tentunya bertujuan mencetak generasi berkarakter Islami.
Bila kita ingin berhasil dalam mendidik anak maka hendaknya pertama kita mendidik diri kita sendiri dengan komitmen terhadap ajaran Islam yang berkaitan dengan pendidikan dan sunnah nabi. Karena Beliau teladan terbaik dan utama bagi orang tua dan pendidik serta seluruh kaum muslimin.
Syarat Seorang Pendidik Anak Agar Berhasil
1. Mahir dalam pekerjaannya.
2. Menjadi contoh yang baik dalam perbuatan dan perkataan. Hal ini dikarenakan seorang anak memiliki sifat mudah mencontoh apa yang dia lihat dan dia dengar.
3. Mengamalkan apa yang dia perintahkan. Harus sesuai antara perkataan dan perbuatan. Wahai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan.
4. Menyadari bahwa amanah / tugas yang dia kerjakan menyerupai tugas para Nabi yaitu untuk memberikan pendidikan / pelajaran.
5. Menyadari bahwa kondisi anak didik itu berbeda-beda baik dari sisi kecerdasan, tabiat, dll.
6. Tawadhu, rendah kepada anak didik. Apabila kebenaran terdapat pada anak didik maka tidak sombong untuk mengakui kebenaran tersebut.
7. Memiliki sikap jujur dan menepati janji. Anak kecil tidak dapat membedakan apakah sedang dibohongi atau tidak, walaupun demikian hal ini akan membekas pada hati anak tersebut.
8. Memiliki sifat kesabaran.



Ditulis oleh: WF. Istiqomah, S.Pd.